aliran materialisme dalam pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat
pendidikan merupakan terapan dari filsafat ,sedangkan filsafat beraneka ragam
alirannya,maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai mazhab
dan aliran,sekurang-kurangnya sebanyak aliran dalam filsafat itu sendiri.
Maksud dari “sekurang-kurangnya” adalah masih terdapat filsafata pendidikan yang
merupakan suatu elektrik dari berbagai pandangan filsafat pendidikan yang telah
ada.
Salah
satu aliran filsafat pendidikan adalah aliran materialisme. Aliran filsafat
materialism memandang bahwa realitas seluruhnya adalah materi. Materialisme
berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi,bukan rohani,bukan
spiritual,atau super natural. Dalam pandangan materialisme,baik yang kolot
maupun yang modren ,manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu
dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahawa manusia sama dengan benda seperti kayu dan batu. Akan tetapi,materialisme mengatakan bahwa
pada akhirnya,jadi pada prinsipnya,pada dasarnya,manusia hanyalah sesuatu yang
material; dengan kata lain materi,betul-betul materi. Menurut bentuknya memang
manusia lebih tunggal ketimbang benda-benda tersebut,tetapi pada eksistensinya
manusia sama saja dengan mereka.[1]
Dengan
demikian,manusia sebagai makhluk alamiah harus dibedakan dengan benda-benda
seperti bintang,pohon atau batu,sebab manusia adalah makhluk yang
bermasyarakat,makhluk yang dilibatkan kedalam proses produksi,dilibatkan
kedalam hubungan kerja dan hubungan milik.[2]
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang dan Pengertian Pemikiran Materialisme
1. Latar Belakang Pemikiran Materialisme
Dalam pandangan epikuros,kita
menemukan materialism dizaman kuno dan zaman modern,tapi tidak ada materialisme
pada abad pertengahan. Materialisme demokratos serta Lucretius Carus pada
dasarnya dapat disamakan dengan materialisme di prancis waktu masa pencerahan
(abad ke-18). Hanya dengan mendengar judul dua karangan la metterie
(1709-1751)–L’homme machine (manusia mesin) dan L’homme plate (manusia
tumbuhan)kita sudah tahu banyak. Jiwa sebetulnya sama dengan fungsi-fungsi
otak. Materilisme jerman pada abad ke-19 Feuerbach,Moleschott,Buchner,dan
Haeckal sesungguhnya tidak berbeda banyak dengan materialisme Prancis itu dan
juga bersifat mekanistis-otomatis.[3]
Menurut materialisme ini,alam
semesta terdiri dari suatu aglomerasi atom-atom,yang dikuasai oleh hukum-hukum fisis-kimiawi.
Kemungkinan tertinggi atom-atom itu ialah dapa membentuk manusia. Atom-atom
merupakan bagian dari yang begitu terkecil sehinggamata kita tidak dapat
melihatnya. Atom-atom itu bergerak,sehingga dengan demikian membentuk realitas
pada panca indra kita.[4]
Bilamana dikatakan bahwa manusia mempunyai
roj,jiwa aatau kesadaran dan seorang materalis pun tidak segan mengatakan
demikian,maka hal itu tidak berarti bahwa mereka juga menerima suatu unsur
non-materil dalam dunia atau dalam diri manusia. Apa yang mereka sebut
kesadaran,jiwa atau roh ,pada akhirnya tidak lain daripada sejumlah fungsi serta
kegiatan otak. Juga kemungkinan kombinasi-kombinasi atom dan karena itu tidak
pernah melampaui potensi-potensi jasmani. Materialisme memang masih berbicara
tentang refleksi diri,keinsafan social dan etis,tentang ilmu pengetahuan dan
kebudayaan,tapi serentak berusaha mereduksikan semuanya itu kepada
kemungkinan-kemungkinan dan daya-daya materi. Tapi,suatu penjelasan semata-mata
materialistis tentang fenomena-fenomena manusiawi tersebut tidak memuaskan.
Bagaimana pandangan materialism tentang kemungkinan ultimmanusia,tentang makna keberadaan
kita,kemungkinan terakhir adalah kematian: hancurnya struktur atom-atom
manusia,peleburan serta penyebaran kombinasi atom-atom.Bagi materialisme,tidak
ada dasar apa pun untuk menerima diterima kelanjutan hidup non-personal dari
materi yang tidak dihancurkan,jadi tinggal tetap. Para materialis yang
konsekuen tidak mungkin menerima kebebasan dalam arti yang sebenarnya,karena
mereka menganut suatu determinisme ketat.
Beberapa diantara mereka menganggap sebagai makna kehidupan,bilamana kata ini
toh tetap mereka pertahankan,menerima saja yang akan datang,menyerah kepada
nasib,fatum. Namun ada juga
materialis yang mempunyai cita-cita lebih tinggi dan menaruh perhatian untuk
kemungkinan-kemungkinan yang paling tinggi dibidang rohani,etis dan
budaya,berusaha menjadi manusia dalam perwujudannya yang paling indah.[5]
2.
Pengertian
Pemikiran Materialisme
Istilah materialisme dapat diberi
definisi dengan beberapa cara,diantaranya:
a)
Materialisme
adalah teori yang mengatakan bahwa atom materi yang berada sendiri dan bergerak
merupakan unsur-unsur yang membentuk alam dan bahwa akal dan kesadaran (conciousness) termasuk didalamnya segala
proses pisikal merupakan mode materi tersebut dan dapat disederhanakan menjadi
unsur-unsur fisik.
b)
Bahwa
doktrin alam semesta dapat ditafsirkan seluruhnya dengan sains condong untuk
menyajikan bentuk materialism yang lebih tradisional.
Pada akhir-akhir ini,doktrin tersebut
dijelaskan sebagai energisme yang mengembalikan segala sesuatu kepada bentuk
energy,atau sebagai suatu bentuk dari positivisme yang memberi tekanan untuk
sains dan mengingkari hal-hal seperti ultimate
nature of reality (realitas yang paling tinggi,baca: Allah SWT)
Dalam arti sempit,materialism adalah
teori yang mengatakan bahwa semua bentuk dapat diterangkan menurut hokum yang
mengatur materi dan gerak. Materialisme berpendapat bahwa semua kejadian dan
kondisi adalah akibat yang lazim dari atau bentuk-bentuk yang lebih tinggi
dalam hanya merupakan bentuk yang lebih kompleks daripada bentuk inorganik atau
bentuk yang lebih rendah ,bentuk yang lebih tinggi tidak mengandung materi atau
energy baru dan prinsip sains fisik adalah cukup untuk menerangkan segala yang
terjadi atau yang ada. Semua proses alam,baik inorganic atau organic telah
dipastikan dan dapat diramalkan jika segala fakta tentang kondisi sebelumnya
dapat diketahui.[6]
Disini masih dapat dibedakan
materilisme dalam arti kata luas yang mengakui kekhususan alam rohani dan
jiwa,tetapi memandangnya sebagai semacam alam kebendaan yang halus sekali
sifatnya,lain daripada alam kebendaan biasa atau kasar. Pandangan ini juga
disebut materialism dualitas (atau bahkan pluralitas) seperti dianut oleh
Demokritos.yang membedakan atom-atom jiwa daripada atom-atom biasa,atau mazhab
Stoa,yang berpendapat bahwa segala sesuatu mempunyai struktur badani,namun juga
menerima adanya semacam “angin” ilahi yang menjiwai segal sesuatu (pneuma)[7]
B.
Karakteristik
Materialisme
Karekteristik umum materialisme pada
abad delapan belas berdasarkanpada suatu asumsi bahwa realitas dapat
dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang
(Randall,et al,1942). Asumsi tersebut menunjukkan bahwa:
1)
Semua
sains seperi biologi,kimia,psikologi,fisika,sosiologi,ekonomi,dan yang lainnya
ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal (sebab
akibat). Jadi,semua sains merupakan cabang dari sains mekanika.
2)
Apa
yang dikatakan “jiwa” (mind) dan segala kegiatan-kegiatannya
(berpikir,memahami) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari
otak,system urat saraf,atau organ-organ jasmani yang lainnya.
3)
Apa
yang disebut dengan nilai dan cita-cita,makna dan tujuan hidup,keindahan dan
kesenangan,serta kebebasan,hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan,symbol
subjektif manusia untuk situasi atau hubungan fisik yang berbeda. Jadi,semua
fenomena social maupun fenomena psikologis adalah merupakan bentuk-bentuk
tersembunyi dari realitas fisik. Hubungan-hubungannya dapat berubah secara
kausal.[8]
Cabang
materialism yang banyak diperhatikan orang dewasa ini,dijadikan sebagai
landasan berpikir adalah “positivisme”. Menurut positivism,kalau sesuatu itu
memang ada,maka adanya itu adalah jumlahnya, Jumlah itu dapat diukur. Oleh
karena itu,segala yang ada dapat diamati dan diukur. Sebaliknya segala yang
tidak dapat dipelajari secara positif
Menurut Comte,terdapat tiga
perkembangan berpikir yang dialami manusia yaitu:
1)
Tingkatan
Teologis
Pada
tingkatan teologis,pola berpikir manusia dikuasai oleh tahayyul dan prasangka.
Kepercayaan atas kekuatan gaib diluar manuasia sangat mendasari cara berpikir
abstrak.
2)
Tingkatan
Metafisika
Pola
berpikir manusia telah meninggalkan teologis,namun masih berpikir abstrak,masih
mempersoalkan hakikat dari segala yang ada,termasuk hakikat yang gaib juga.
3)
Tingkatan
Positif
Tingkatan
berpikir berdasarkan pada sains,dimana pandangan dogmatis dan spekulatif
metafisika diganti oleh pengetahuan fektual.
C.
Pandangan
Materialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
1.
Pandangan
Materialisme Mengenai Belajar Positivisme
Materilisme maupun positivisme,pada
dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan secara eksplisit. Bahkan menurut
Henderson (1956). Materialisme belum pernah menjadi penting dalam menentukan
sumber teori pendidikan. Menurut Waini Rasyidin (1992),filsafat positivisme
sebagai cabang dari materialism lebih cenderung menganalisis hubungan
faktor-faktor yang mempengaruhi upaya dan hasil pendidikan secara factual.
Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan mengutamakan
sains pendidikan.
Dikatakn positivisme,karena mereka
beranggapan bahwa yang dapat kita pelajari hanyalah yang mendasarkan
fakta-fakta,berdasarkan data-data yang nyata,yaitu yang mereka namakan positif.
2.
Pandangan
Materialisme Mengenai Belajar
Behaviorisme
Menurut behaviorisme,apa yang disebut
dengan kegiatan mental kenyataannya tergantung pada kegiatan fisik,yang
merupakan berbagai kombinasi dan materi dalam gerak. Gerakan fisik yang terjadi
dalam otak,kita sebut berpikir,dihasilkan oleh peristiwa lain dalam dunia
materi,baik material yang berada dalam tubuh manusia maupun materi yang berada
diluar tubuh manusia.
Pendidikan,dalam hal ini proses
belajar,merupakan proses kondisionaisasi lingkungan. Misalnya, dengan
mengadakan percobaan terhadap anak yang tidak pernah takut pada kucing,akhirnya
ia menjadi takut pada kucing. Menurut behaviorisme,perilaku manusia adalah
hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan (seperti contoh anal dan kucing
diatas). Yang dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang berubah,dapat
diamati,dan dapat diukur (materialisme dan positivisme). Hal ini mengandung
implikasi bahwa proses pendidikan (proses belajar) menekankan pentingnya
keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian
sains,serta perilaku sosial sebagai hasil belajar.
3.
Pandangan
Materialisme Terhadap Implikasi Pendidikan
Power (1982) mengemukakan beberapa
implikasi pendidikan positivism behaviorisme yang bersumber pada filsafat
materialism,sebagai berikut:
a)
Tema
Manusia yang
baik efisien dihasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah.
b)
Tujuan
Pendidikan
Perubahan
perilaku,mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya,untuk tanggung jawab
hidup social dan pribadi yang kompleks
c)
Kurikulum
Isi
pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal),dan
organisasi,selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
d)
Metode
Semua
pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (SR conditioning).operant conditioning,reinforcement,pelajaran berprogram
dan kompetensi.
e)
Kedudukan
Siswa
Tidak
ada kebebasan. Perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran sudah
dirancang. Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut belajar.
f)
Peranan
Guru
Guru
memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat
mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.
4.
Pandangan
Materialisme Mengenai Belajar Empiris
Pandangan Thomas Hobbes,sebagai
pengikut empirisme materialistis,ia berpendapat bahwa pengalaman merupakan awal
dari segala pengetahuan,juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh
dan dikukuhkan oleh pengalaman. Hanya pengalamanlah yang memberikan kepastian
pengetahuan melalui akal hanya memiliki fungsi mekanis semata,sebab pengenalan
dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan.
D.
Macam-Macam dan Tokoh-Tokoh Aliran Materialisme
1.
Macam-macam
aliran materialisme
Terdapat beberapa macam-macam yang terdapat pada
aliran materialisme:
a)
Materialisme
Mekanik
Menurut materialism mekanik,akal dan
aktivitas-aktivitasnya merupakan bentuk-bentuk behavior (pelaku makhluk hidup).
Karena itu,psikologi menjadi suatu penyelidikan tentang brhavior,dan
akibatnya,otak dan kesadaran dijelaskan sebagai tindakan-tindakan otot,urat
syaraf dan kelenjar-kelenjar. Materialisme mekanik mempunyai daya tarik yang
sangat besar oleh karena kesederhanaannya.
b)
Materialisme
Dialektis
Materialisme
dialektis melibatkan subyek didalam filsafatnya,jalan untuk memahami alam
kebendaan kini lewat manusia,yaitu manusia dalam dimensi sosialnya,manusia yang
hidup dalam suatu masyarakat yang berproduksi.
c)
Materialisme
Extrim
Materialisme extrim merupakan semua
perubahan dan perkembangan didunia ini sama sekali gerak mesin,mesin dunia dan
alam ini. Manusia tidak mempunyai kedudukan istimewa sebagai benda alam.
Menurut Feurbach,hanya mengakui realitas
alam,manusia pun tak lain dari benda alam. Pengetahuannya ialah
pengalamannya,arah tujuannya ialah cenderung alam. Adapun cebderung alam itu
amat utama.
Pengetahuan hanya merupakan alat
untuk memuaskan cenderung. Kepuasan yang disetujui manusia itu,karena memang
tujuannya,merupakan kebahagiaan manusia. Bagi kesusilaan dan tindakan manapun
juga serta dalam berpikir berlakulah sikap,terimalah dunia (alam) ini apa
adanya.
d)
Materialisme
Vitalistis
Dalam pandangan yang vitalistis ini
diterima adanya prinsip hidup. Yang hidup itu lain sekali dari yang tidak
hidup. Walaupun memiliki prinsip hidup,namun tidak berbeda dengan binatang pada
intinya,maka pandangan yang demikian itu disebut materialisme.[9]
e)
Materialisme
Modern
Materialisme
modern mengatakan bahwa alam (universe)
itu merupakan kesatuan material yang tak terbatas,alam selalu ada dan akan tetap ada
2.
Tokoh-tokoh
aliran materialisme
Terdapat beberapa tokoh-tokoh yang
terdapat pada aliran materialisme:
a.
Demokritos
(460-360 SM)
Demokritos merupakan pelopor
pandangan materialism klasik,yang disebut juga “atomisme”.
b.
Julien
de Lamettrie (1709-1751)
Mengemukakan pemikirannya bahwa
binatang dan manusia tidak ada bedanya,karena semuanya dianggap sebagai mesin.
Buktinya,bahan (badan) tanpa jiwa mungkin hidup (bergerak),sedangkan jiwa tanpa
bahan (badan) tidak mungkin ada. Jantung katak yang dikeluarkan dari tubuh
katak masih berdenyut (hidup) walau beberapa saat saja.
c.
Ludwig
Feuerbach (1804-1972)
Ludwig
Fuerbach mencanangkan suatu metafisika,suatu etika yang humanistis,dan suatu
epistemology yang menjunjung tinggi pengenalan inderawi. Oleh karena itu,ia
ingin mengganti idealisme Hegel (guru Feurbach) dengan materialisme.
d.
Karl
Marx (1818-1883)
Nama lengkap
Karl Heinrich Marx,dilahirkan di Trier,Prusia,Jerman. Sewaktu menjadi mahasiswa
ia terpengaruh oleh ajaran Hegel dan dapat mencapai gelar dokter dalam bidang
filsafat.[10] Pemikiran Karl mark
disebut pula dialektik materialisme dan historis materialisme. Di dalam
berpikir,Karl Marx menggunakan dialektika dari Hegel,oleh sebab itu disebut
dialektika materialisme. Demikian pula disebut historis materialisme karena
berdasarkan kepada perkembangan masyarakat atau sejarah atas materinya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat pendidikan materialisme pada
dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan secara eksplisit. Bahkan belum pernah
menjadi penting dalam menentukan sumber teori pendidikan. Materialisme
mempunyai macam-macam varian,tetapi semuanya memegang bahwa material merupakan
dasar dari segala sesuatu yang ada dan semua hal lain tergantung kepada
material ini. Dan pada hakikat realismenya adalah materi bukan spiritual,atau
super natural. Jadi materialism merupakan paham yang menyatakan bahwa yang
nyata hanyalah materi.
Implikasi yang bersumber pada
filsafat pendidikan adalah sebagai berikut:
1.
Tema
2.
Tujuan
Pendidikan
3.
Kurikulum
4.
Metode
5.
Kedudukan
Siswa
6.
Peranan
Guru
B. Saran
Dengan demikian,pemakalah menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,untukmitu saya mengharapkan kritik dan sarannya dari makalah saya ini
untuk menjadi acuan saya kedepannya dan kesempurnaan hanyalah milik Sang
Pencipta.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmad, Asmoro. 2010. ”Filsafat
Umum”. Jakarta: Rajawali Pers.
Hartoko, Dick . 1980. ”Orientasi didalam Filsafat”. Jakarta: PT.Gramedia.
Poedjawijayatna. 1997. ”Manusia dengan Alamnya”. Jakarta: Bina Aksara.
Praja, Juhaya S. 2003. ”Aliran-Aliran Filsafat dan Etika”. Jakarta:
Kencana.
Sudarsono.1993. ”Ilmu Filsafat Suatu Pengantar”. Jakarta:
Rineka Cipta.
Syadil, Ahmad dan Mudzakir. ”Filsafat
Umum”. Bandung: Pustaka setia,1997.
Usiono.”Filsafat Pendidikan”. Medan: Perdana Publishing.
Weij, P.A.Van der . ”Filsuf-Filsuf Besar Tentang
Manusia”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
[1]
Ahmad Syadil dan Mudzakir,”Filsafat Umum”,Bandung:
Pustaka setia,1997,hlm.134
[2]
Sudarsono,”Ilmu Filsafat Suatu Pengantar”Jakarta:
Rineka Cipta,1993,hlm.334
[3] .
P.A.Van der Weij,”Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia”,Jakarta: PT Gramedia
Pustaka,hlm.108
[4].
Usiono,”Filsafat Pendidikan”,Medan: Perdana Publishing,hlm.116
[5] .
P.A.Van der Weij, op.,cit, hlm.109
[6] .
Juhaya S. Praja,”Aliran-Aliran Filsafat dan Etika”,Jakarta: Kencana,2003, hlm. 144
[7] .
Dick Hartoko,”Orientasi didalam Filsafat”,Jakarta: PT.Gramedia,1980, hlm. 157
[8] . Usiono,
0p.,cit ,hlm.116
[9] .
Poedjawijayatna,”Manusia dengan Alamnya”,Jakarta: Bina Aksara,1997,hlm.61
[10].
Asmoro Achmad,”Filsafat Umum”,Jakarta:
Rajawali Pers,2010,hlm.135
Komentar
Posting Komentar